Definisi
Skabies atau sering juga disebut penyakit kulit berupa budukan dapat ditularkan melalui kontak erat dengan orang yang terinfeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap kutu Sarcoptes scabiei varhominis dan tinjanya pada kulit manusia. Sarcoptes scabiei adalah kutu yang transparan, berbentuk oval, pungggungnya cembung, perutnya rata dan tidak bermata. Skabies hanya dapat diberantas dengan memutus rantai penularan dan
memberi obat yang tepat.
Penyebab
Kutu Sarcoptis scabiei
Gambaran klinik
Penyakit skabies memiliki 4 gejala klinis utama,yaitu:
1. Pruritus nokturna, atau rasa gatal di malam hari, yang disebabkan aktivitas tungau yang lebih tinggi dalam suhu lembab.
2. Penyakit ini dapat menyerang manusia secara kelompok. Mereka yang tinggal di asrama, barak-barak tentara, pesantren maupun panti asuhan berpeluang lebih besar terkena penyakit ini. Penyakit ini amat mudah menular melalui pemakaian handuk, baju maupun seprai secara bersama-sama. Skabies mudah menyerang daerah yang tingkat kebersihan diri dan lingkungan masyarakatnya
rendah.
3. Adanya terowongan-terowongan di bawah lapisan kulit (kanalikuli), yang berbentuk lurus atau berkelok-kelok. Jika terjadi infeksi skunder oleh bakteri, maka akan timbul gambaran pustul (bisul kecil). Kanalikuli ini berada pada daerah lipatan kulit yang tipis, seperti sela-sela jari tangan, daerah sekitar kemaluan (pada anak), siku bagian luar, kulit sekitar payudara, bokong dan perut bagian bawah.
4. Menemukan kutu pada pemeriksaan kerokan kulit secara mikroskopis, merupakan diagnosis pasti penyakit ini.
Diagnosis
Ditegakkan dari anamnesis, manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang ditemukan 3 dari 4 kriteria sebagai berikut:
- Gatal malam hari
- Terdapat pada sekelompok orang
- Predileksi dan morfologis khas
- Ditemukan Tungau S.scabies
Penatalaksanaan
Pengobatan:
Pengobatan penyakit ini menggunakan obat-obatan berbentuk krim atau salep yang dioleskan pada bagian kulit yang terinfeksi. Banyak sekali obat-obatan yang tersedia di pasaran. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain; tidak berbau, efektif terhadap semua stadium kutu (telur, larva maupun kutu dewasa), tidak menimbulkan iritasi kulit, juga mudah diperoleh dan murah harganya.
Sistemik
- Antihistamin klasik sedatif ringan untuk mengurangi gatal, misalnya klorfeniramin maleat 0.34 mg/kg BB 3 x sehari.
- Antibiotik bila ditemukan infeksi sekunder misalnya ampisilin, amoksisilin, eritromisin.
Topikal
- Obatan-obatan yang dapat digunakan antara lain:
1. Salep 2 – 4, biasanya dalam bentuk salep atau krim.
Kekurangannya, obat ini menimbulkan bau tak sedap (belerang), mengotori pakaian, tidak efektif membunuh stadium telur, dan penggunaannya harus lebih dari 3 hari berturut-turut.
2. Emulsi benzil-benzoas 20 – 25%, efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3 hari berturut-turut. Kekurangannya, dapat menimbulkan iritasi kulit.
3. Gamexan 1%, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium kutu, mudah digunakan, serta jarang menimbulkan iritasi kulit. Namun obat ini tidak dianjurkan bagi wanita hamil, maupun anak dibawah usia 6 tahun, karena bersifat toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemakaiannya cukup satu kali dioleskan seluruh tubuh. Dapat diulang satu minggu kemudian bila belum sembuh.
4. Krotamiton 10%, termasuk obat pilihan karena selain memiliki efek antiskabies, juga bersifat anti gatal.
5. Permetrin HCl 5%, efektifitasnya seperti Gamexan, namun tidak terlalu toksik. Penggunaannya cukup sekali, namun harganya relatif mahal.
- Selain menggunakan obat-obatan, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah upaya peningkatan kebersihan diri dan lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencuci bersih bahkan sebagian ahli menganjurkan merebus handuk, seprai maupun baju penderita skabies, kemudian menjemurnya hingga kering. Menghilangkan faktor predisposisi, antara lain dengan penyluhan mengenai higiene perorangan dan lingkungan.
2. Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.
3. Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi untuk memutuskan rantai penularan.
Pemantauan
Dianjurkan kontrol 1 minggu kemudian, bila ada lesi baru obat topikal dapat diulang kembali
Sumber: Departemen Kesehatan RI, 2007, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007, Cetakan Tahun 2008, Jakarta
ENTRY TERKAIT:
Dermatomikosis
Dermatitis Atopik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar